Masyarakat Perlu Tahu! Risiko Mobilitas dan Peluang Penularan Covid-19

17 Desember 2020, 12:55 WIB
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito. /covid19.go.id

SINARJATENG.COM - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan masyarakat tidak perlu melakukan perjalanan jika tidak mendesak.

Pasalnya, tingginya mobilitas masyarakat di masa pandemi Covid-19 berisiko tinggi terhadap peluang penularan.

Hal tersebut perlu antisipasi jelang libur panjang akhir tahun yang sudah dekat, karena kerap dimanfaatkan masyarakat untuk bepergian baik untuk silaturahmi maupun tujuan berwisata.

Baca Juga: Positivity Rate Tinggi, Satgas Covid-19: Menghalangi Penegakkan Disiplin Prokes Harus Ditindak Tegas

"Saya menghimbau masyarakat, jika perjalanan tidak mendesak, diharapkan tidak melakukannya," jelas Wiku dalam keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Masyarakat juga diharapkan perlu mengenali dengan baik risiko jenis mobilitas dan kegiatan yang dilakukan.

Seperti kondisi dengan risiko terendah, yaitu beraktivitas di rumah dan hanya berinteraksi dengan keluarga inti dan melakukan perjalanan singkat dengan kendaraan pribadi dengan keluarga tanpa melakukan pemberhentian selama perjalanan.

Baca Juga: Gelar Aksi Unjuk Rasa di Kantor KPU, Massa Pendukung Wani Terlibat Baku Hantam dengan Polisi

Kondisi lebih berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama keluarga tanpa melakukan permberhentian selama perjalanan. Dan melakukan interaksi dengan bukan anggota keluarga inti di ruang terbuka dengan mematuhi 3M atau memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.

Kondisi lebih tinggi berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama bukan anggota keluarga, perjalanan kereta atau bus jarak jauh. Lalu, berinteraksi dengan beberapa orang yang bukan keluarga inti di ruang tertutup dengan sebagian besar mematuhi 3M.

Kondisi risiko tertinggi, yaitu penerbangan dengan transit, perjalanan dengan kapal atau perahu, dan berinteraksi dengan orang dari beragam sumber di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk dengan sebagian kecil mematuhi 3M.

Baca Juga: Positivity Rate Lampaui Standar WHO, Penegakkan Disiplin Protokol Kesehatan Harus Konsisten

Untuk itu terkait mitigasi risiko mobilitas, pemerintah sedang memfinalisasi kebijakan terkait pelaku perjalanan antarkota yang meliputi persyaratan sampai mekanisme perjalanan dan kembali ke tempat asalnya.

"Pengambilan kebijakan terkait pelaku perjalanan dilakukan karena selalu ada tren kenaikan kasus setiap adanya masa liburan panjang," ujarnya.

Wiku mengingatkan kembali, berdasarkan studi Mu et Al tahun 2020, mengenai dampak mobilitas libur panjang Imlek di China tahun ini, ditemukan bahwa kota yang letaknya lebih dekat dengan pusat epidemik Covid-19, sekaligus dekat dengan daerah perkotaan padat penduduk akan memilki risiko kemunculan kasus baru yang lebih tinggi.

Baca Juga: Pasangan Nomor 2 Raih Suara Terbanyak pada Hasil Pleno KPU Tasikmalaya

Lalu, pembatasan mobilitas antar kota, dapat menekan peluang risiko penularan sebesar 70%. Dan pembatasan mobilitas dalam kota sebesar 40% harus diikuti monitoring dan evaluasi yang baik.

Sementara dari studi Chun Chang et al 2020, menenai damoak wabah di Taiwan, ditemukan bahwa waktu, durasi dan tingkat pembatasan perjalanan memiliki andil dalam menentukan besar jumlah kasus.

"Selain itu, sudah jelas berdasarkan data, kita sudah sama-sama mempelajari, bahwa setiap liburan yang meningkatkan mobilitas penduduk akan mengakibatkan lonjakan kasus pada 2 hingga 4 minggu setelahnya," jelas Wiku.***

Editor: Eko Wahyu Putranto

Sumber: covid19.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler