Wakil Ketua KPK Angkat Bicara atas Anggapan Suatu Pihak, Terkait UU No 19 tahun 2019

3 Desember 2020, 21:51 WIB
Ilustrasi KPK /kpk.go.id

SINARJATENG.COM -UU No 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 tahun 2002 terkait Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidaklah melemahkan lembaganya. Hal itu kembali ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Gufron.

Usai ada beberapa pihak yang beranggapan bahwa UU tersebut hanya melemahkan kinerja KPK, Gufron membantah spekulasi itu.

Karena terlebih, berapa waktu lalu KPK juga telah berhasil menangkap dua pelaku korupsi.

Baca Juga: Rekomendasikan Strategi agar Inklusi Berdampak pada Perekonomian, Wakil Direktur Indef: Ada Tiga GO!

Pernyataannya disampaikan saat hadir di Indonesia Lawyers Club pada Senin, 1 Desember 2020 kemarin.

Menurut Gufron, Undang-undang No 19 tahun 2019 justru menambahkan tugas dan fungsi (tusi) dari KPK.

"Pasal 6 itu yang semula lima tugas pokok, sekarang jadi 6 ditambah tugas eksekusi," ujarnya sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal YouTube Indonesia Lawyers Club.

Baca Juga: Berikut Rekomendasi 5 Barang yang Bisa dibeli Saat Harbolnas 12.12 Nanti, Nomor 4 jadi Incaran!

Maka dari itu, ia mengaku tidak mengetahui mengapa beberapa pihak menganggap KPK kehilangan kekuatannya.

"Itu dari sisi tugas, jadi asumsi bahwa lemah, saya kurang tahu dari sisi apa lemahnya," uca Gufron.

Menurut Pasal 37, Gufron menjelaskan bahwa proses penyadapan, penggeledahan, serta penyitaan memang harus terlebih dahulu meminta izin kepada Dewan Pengawas.

Baca Juga: Rekomendasikan Karantina COVID-19 Cukup 10 Hari, Begini Keterangan dari CDC

"Sebagai apa itu? Sebagai bagian dari proses prudensial itu sendiri, karena apapun proses penegakkan hukum yang di dalamnya ada upaya paksa, itu bersentuhan dengan HAM warga negara yang juga perlu dihormati dan dilindungi," tuturnya.

Meski sudah mendapatkan izin dari Dewan Pengawas, Gufron mengatakan proses penyadapan, penggeledahan maupun penyitaan harus dilakukan secara proporsional.

"Seandainya pun sudah sesuai, pelakuan upaya paksanya itu juga perlu proporsional. Kedua hal itu saat ini fungsinya dilaksanakan pengawasannya oleh Dewan Pengawas," katanya.

Baca Juga: Main Motor Off Road, Pengendara Wajib Gunakan 5 Perlengkapan Ini Demi Keamanan dan Kenyamanan

Lebih lanjut Gufron menegaskan bahwa penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo beberapa waktu lalu belum bisa membuktikan bahwa KPK masih memiliki 'gigi'.

Menurutnya, masih butuh waktu lama bagi KPK untuk menjawab kekhawatiran para aktivis anti korupsi dan masyarakat umum.

"Saya kira jawabannya ini (penangkapan Menter KKP) masih bukan yang terakhir ya, saya kira masih butuh waktu yang panjang untuk membuktikan apakah KPK masih bergigi atau tidak," ujar Gufron.

Baca Juga: Bupati Jepara Minta Pemdes dan Satgas Jogo Tonggo Tingkatkan Penanganan COVID-19

Meskipun demikian, Gufron menjelaskan bahwa tugas KPK bukan hanya untuk menangkap para pelaku korupsi.

"Nangkap ini hanya sebagai satu instrumen untuk membersihkan bangsa kita dari korup," tuturnya.

Ia menuturkan, KPK memiliki tugas untuk mencegah koruptor yang masih 'jentik' agar tidak menjadi 'tikus'.

Baca Juga: Hasil Liga Champions Matchday 5 : Barcelona Tetap Menang Meski Tanpa Messi, MU Kalah

"Kalau koruptornya sudah jadi 'tikus', tentu kami tangkap. Tapi kalau masih 'jentik', masih akan jadi koruptor, tentu kami kemudian melakukan pencegahan," ucapnya.

Dilansir dari Pikiran Rakyat dengan judul KPK Disebut Tak Lagi Miliki 'Gigi', Nurul Gufron: Saya Kurang Tahu dari Sisi Apa Lemahnya, Gufron menambahkan, jika pelaku korupsi masih berupa 'jentik' maka akan diberikan edukasi agar tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.

"Kalau belum menjadi 'tikus' tentu kami harapkan kemudian proses adanya edukasi, ada perbaikan sistem supaya tidak bisa melakukan 'penggarongan' terhadap negara kita. Itu yang kami lakukan," katanya.***

Editor: Intan Hidayat

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler