Menko Airlangga Sebut Program Ekonomi Hijau Inklusif Dilakukan Sejalan dengan Pemulihan Ekonomi Nasional

- 15 Maret 2022, 15:15 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Kapolda NTT Irjen Pol Setyo Budiyanto, memberikan keterangan pers usai menyerahkan dana BT-PKLWN di Labuan Bajo.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Kapolda NTT Irjen Pol Setyo Budiyanto, memberikan keterangan pers usai menyerahkan dana BT-PKLWN di Labuan Bajo. /HO-Humas Polres Mabar

Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon tertuang dalam UU Nomor 71 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 yang menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia sekitar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Baca Juga: Gaspol! Relawan Airpres Rembang Deklarasikan Airlangga untuk Maju dalam Pilpres 2024

“Indonesia menetapkan target Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat jika mendapat dukungan internasional,” tegasnya.

Menko Airlangga mengaku, tantangan pembangunan rendah karbon adalah sangat besarnya investasi yang dibutuhkan. Menurutnya, pendanaan perubahan iklim Indonesia membutuhkan Rp 3.799 triliun jika mengikuti NDC atau komitmen berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon nasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Dana yang tersedia untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada 2020 adalah 100 juta dolar AS untuk diberikan kepada negara miskin dan berkembang. Hal ini sebagaimana dikonfirmasi pada COP-26 di Glasgow Scotland pada November 2021.

Pemenuhan lainnya berasal dari pendanaan internasional seperti GCF (Green Climate Fund) melalui program REDD+, sukuk hijau global, sukuk hijau ritel, APBD, pajak karbon, dan perdagangan karbon.

Baca Juga: Menko Airlangga Sebut Masa Karantina bagi Jamaah Umrah dan Pelaku Perjalanan Luar Negeri Dikurangi Jadi Sehari

Menko Perekonomian mengatakan, harga jual karbon dunia saat ini berkisar 5-10 USD/ton CO2. Hasil Kesepakatan COP-26 semakin meningkatkan permintaan global akan kredit karbon, sehingga membuat harga jual karbon menjadi lebih tinggi.

Ia mengatakan, hutan dan lautan Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan kredit karbon yang dapat ditransaksikan di tingkat global untuk pencapaian target penurunan emisi di banyak negara.

Pertemuan G-20 dapat digunakan untuk melakukan kerja sama ini dengan negara-negara maju.

Halaman:

Editor: Intan Hidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah