Tapak Dara, Swastika, dan Padma dalam Hindu

- 28 Desember 2020, 21:55 WIB
Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran
Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran /Kemenag.go.id

SINARJATENG.COM – Dalam Agama Hindu, ada tiga hal yang secara umum sering digunakan dalam melaksanakan ritual/upacara agama, yakni: Mantra, Yantra, dan Tantra. Selain itu, ada ada tiga simbol yang sering digunakan umat Hindu, yaitu: Tapak Dara, Swastika, dan Padwa. Ketiganya, satu dengan lainnya, berkaitan dalam filosofisnya.

Tapak Dara

Tapak dara atau sering juga disebut Tampak dara atau Tatorek, merupakan simbol umum yang digunakan di Bali. Ini adalah simbol sederhana dari swastika yang digambarkan dengan tanda tambah, biasanya ditulis dengan media bahan kapur mentah atau dalam bahasa Bali disebut “Pamor” (limestone) sehingga warnanya menjadi putih. Tapak Dara merupakan simbol penyatuan dualitas kehidupan (Rwabhineda).

Baca Juga: Keluarga sebagai Tempat Berbagi Berkat

Lambang saling menyilang ini di Bali dikenal dengan tanda Tapak Dara, tanda tambah (+). Gambar tapak dara di Bali biasanya digunakan untuk menolak marabahaya atau memberi ketenangan kepada seseorang setelah terjadi sesuatu yang mengejutkan.

Tapak Dara biasanya digunakan saat melaksanakan suatu upacara keagamaan dan juga dipasangkan atau dituliskan pada rumah, digoreskan di beberapa tiang rumah dengan pamor, tentunya ketika dilaksanakan upacara pemlaspas (ritual selametan untuk rumah yang baru dibangun).

Tapak Dara yang digunakan dalam banten Pejati sebagai sarana yajna, merupakan simbol dari keseimbangan antara alam makro dan mikrokosmos. Tapak Dara juga sering digunakan untuk menghilangkan wabah yang disebut dengan Gering, Sasab, dan Merana. Gering adalah wabah yang menimpa manusia. Sasan adalah penyakit yang menimpa ternak. Sedang Merana adalah wabah yang menimpa tumbuh-tumbuhan.

Baca Juga: Perjalanan Sang Pencerah, KH. Ahmad Syafi'i Mufid

Sebelum wabah itu muncul, umat Hindu di Bali Umumnya mengenakan simbol Tapak Dara di depan pintu masuk rumah masing-masing yang disertai juga dengan daun pandan berduri (pandan wong). Selain itu, disertai juga dengan benang tri dhatu yaitu benang merah, putih dan hitam yang dililitkan menjadi satu.

Halaman:

Editor: Eko Wahyu Putranto

Sumber: kemenag.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah