5 Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Pulau Jawa yang Masih Dipertahankan

19 Oktober 2021, 18:21 WIB
Ilustrasi Grebeg Maulud di Jogja /- Foto : Portal Jogja/Bagus Kurniawan

SINARJATENG.COM - Tradisi Maulid Nabi merupakan sebuah perayaan yang dilakukan dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk rasa cinta umat kepada sang Nabi.

Tak sedikit bahkan acara-acara ini dalam sejarahnya juga menjadi salah satu media penyebaran agama Islam di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, umat Islam merayakan Maulid Nabi dengan berbagai cara. Ragam perayaan itu pada umumnya didasarkan pada kebiasaan dan adat istiadat daerah setempat.

Baca Juga: Pemalang Raih APE Kategori Madya 3 Kali Berturut-turut, Slamet Masduki Targetkan 2021 untuk Kategori Utama

Apa saja? Yuk simak selengkapnya.

1. Grebeg Maulud (Yogyakarta)

Setiap bulan Rabiul Awal Tradisi Grebeg Maulud ini biasanya diadakan di lingkungan Keraton Yogyakarta yang merupakan upacara untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekaten atau acara pasar malam yang terkenal itu adalah salah satu rangkaian acaranya.

Tujuan perayaan Grebeg adalah sebagai ucapan syukur terhadap kemakmuran yang diberikan kepada masyarakat. Ini dilambangkan dengan mempersembahkan gunungan secara berpasangan.

Gunungan ini tersusun dari hasil bumi yang dirangkai pada kerangka berbentuk menggunung dan kemudian dibawa berkeliling. Setelahnya, masyarakat akan berebut isi dari Gunungan.

Keraton Yogyakarta melakukan Grebeg secara turun-temurun. Grebeg ini dijadikan sebagai wisata budaya bagi para turis lokal maupun mancanegara.

Grebeg Maulud dilanjutkan dengan dibunyikannya dua perangkat gamelan sekaten milik Keraton selama 7 hari. Acara puncaknya adalah pembacaan Risalah Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Pengulu Keraton.

Dalam sejarahnya Grebeg Maulud digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I yang tujuan awalnya untuk menyebarkan agama Islam.

Baca Juga: Sambut Peringatan Maulid Nabi, Masyarakat Kaliwungu Gelar Tradisi Weh-wehan

2. Kirab Ampyang (Kudus)

Kirab Ampyang maulid adalah perayaan yang dilaksanakan masyarakat loram kulon yang digunakan untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW di masjid loram kulon yang bernuansa islami.

Kirab Ampyang maulid menjadi salah satu budaya yang dilestarikan sampai sekarna dan diperingati setiap tanggal 12 robiul awal untuk memperoleh berkah.

Tradisi Kirab Ampyang di desa Loram Kulon memiliki ciri khas dan keunikan yang telah ada sejak zaman Tjie Wie Gwan.

Namun pada zaman penjajahan Belanda, dilanjutkan zaman penjajahan jepang tahun 1941-1945 tidak dapat dilaksanakan karena kondisi dan situasi politik yang berakibat krisis panjang mpada masa itu.

Menjelang timbulnya gerakan partai komunis Indonesia(PKI) sampai masa akhir G 30 S PKI, tradisi Kirab Ampyang ini sempat terhenti juga karena situasi politik. Dalam perkembangannya tahun 1995 M tradisi ampyang ini kembali dilaksanakan sebagai syiar agama islam.

Baca Juga: Lima Fakta Terbaru Terkait Rachel Vennya Kabur dari Karantina, Salah Satunya Berujung Minta Maaf

3. Muludhen (Madura)

Saat Maulid tiba, warga di Madura, Jawa Timur, akan pergi ke masjid dengan membawa tumpeng. Di sekeliling tumpeng tersebut dipenuhi beragam buah yang ditusuk dengan lidi dan dilekatkan kepada tumpeng.

Tepat pada 12 Rabiul Awal, masyarakat akan berduyun-duyun datang ke masjid Acara ini biasanya diisi dengan pembacaan barzanji (riwayat hidup Nabi) dan sedikit selingan ceramah keagamaan yang menceritakan perjuangan Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya sebagai teladan hidup.

Namun, belakangan tradisi ini mulai berubah. Yang mengelilingi tumpeng bukan lagi ragam buah-buahan, melainkan uang dan makanan instan lainnya. Keindahan tumpeng berbalut buah warna-warni mulai hilang dari pandangan.

Pada saat pembacaan barzanji, tumpeng-tumpeng tersebut dijajarkan di tengah orang-orang yang melingkar untuk didoakan. Setelah selesai, tumpeng-tumpeng itu kemudian dibelah-belah dan dimakan bersama-sama. Para perempuan biasanya tidak ikut membaca barzanji, mereka hanya menyiapkan makanan untuk kaum laki-laki.

Baca Juga: Joao Felix, Tiga Pemain Liverpool Ini Paling Berbahaya di Liga Champions

4.Angkaan Bherkat (Bawean, Gresik)

Angkaan Bherkat Istilah ini hanya ditemukan di pulau Bawean, Sebuah tradisi memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, biasanya setiap Rabiul Awwal masyarakat Bawean diharuskan mengisi bermacam-macam makanan, nasi, lauk pauk, buah-buahan bahkan peralatan dapur ke dalam sebuah ember.

Uniknya setiap ember yang sudah diisi makanan akan diberi pagar kecil dari bambu bagian pinggirnya yang memanjang ke atas. Dan umumnya di ujung pagar bambu tersebut ditusukkan telor bulat sebagai hiasan. Kemudian pagar bambu juga diikat dengan tali rafia dan dihiasi dengan kertas kado.Angkaan ini nantinya akan dibawa ke masjid untuk dipajang sementara di pelataran masjid sembari menunggu acara Diba',

Dalam acaranya ada Diba'(pembacaan sholawat), doa dan ceramah agama.Setelah semua selesai diikuti, barulah angkaan tersebut dibagikan kembali kepada masing-masing peserta dengan catatan angkaan yang dibagikan ditukar dengan angkaan peserta lainnya.

Baca Juga: Kampanyekan Go Green, Mahasiswa KKN UIN Walisongo Ajak Siswa MI Miftahul Huda Bonangrejo Ikuti Penanaman Pohon

5. Panjang Jimat (Cirebon)

Panjang Jimat adalah Tradisi Maulid Nabi di Keraton Cirebon Sejak jaman Khalifah Sholahudin Al Ayubi, peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi kerap di istimewakan. Tujuannya, tidak lain untuk mengenang dan selalu meneladani nabi Muhammad SAW, dilakukan tiap malam 12 Rabiul awal,

Di Cirebon, peringatan maulid nabi juga digelar di makan Sunan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Dimakam tersebut juga, ikut dipadati oleh ribuan orang yang sengaja mau menghabiskan kala malam Maulid Nabi.

Dari segi istilah panjang jimat memiliki makna tersendiri, Panjang yang artinya lestari dan Jimat yang berarti pusaka. Jadi, secara etimologi, panjang jimat berarti upaya untuk melestarikan pusaka paling berharga milik umat Islam selaku umat Nabi Muhammad SAW yaitu dua kalimat syahadat.

Seperti tradisi Maulid di daerah lain, Panjang Jimat dalam prosesinya juga mengarak makanan, yakni barisan orang yang mengarak nasi tujuh rupa atau nasi jimat dari Bangsal Jinem yang merupakan tempat sultan bertahta ke masjid atau mushala keraton.

Sebelum Panjang Jimat, biasanya diawali serangkaian kegiatan di antaranya Siraman Panjang atau pencucian alat makan seperti piring, mangkuk, hingga guci dan senjata kuno yang akan digunakan kala Panjang Jimat.

Adapun dalam acara tersebut dilakukan pembacaan sholawat, dzikir, doa, dan pembacaan Kitab Barzanji.***

Editor: Intan Hidayat

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler