Siklon Seroja Tak Lazim, Kepala BMKG Himbau Mitigasi Global Warming

6 April 2021, 16:33 WIB
Penjelasan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengenai Siklon Tropis Seroja yang tak lazim pada Selasa, 6 April 2021 /Tangkap Layar youtube.com/ Sekretariat Presiden

SINARJATENG.COM – Siklon Tropis Seroja yang memicu banjir bandang di wilayah NTT dan sekitarnya pada Minggu, 4 April 2021 disebabkan oleh naiknya suhu permukaan air laut.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati dalam Keterangan Pers virtual pada Selasa, 06 April 2021.

"Ini sebagai salah satu dampak dari naiknya suhu muka air laut di willayah perairan tersebut yang tercatat sudah mencapai 30 derajat celcius, yang seharusnya tercatat sekitar 26 derajat celcius,” ungkapnya.

Baca Juga: Rapid Test Guru Sempat Reaktif, Satu Sekolah di Klaten Batal Gelar PTM

Peristiwa siklon tropis Seroja merupakan siklon tropis pertama di Indonesia yang pusatnya mencapai daratan.

Menurut Kepala BMKG hal ini tidak lazim terjadi karena biasanya siklon tropis di Indonesia berpusat di lautan.

“Seroja ini baru yang pertama kali benar-benar cukup dahsyat karena masuk sampai ke daratan. Ini yang tidak lazim," ujarnya.

Baca Juga: Resmi Debut Solo, Wendy Red Velvet Fokus Menunjukkan Sisi Lain Dirinya

Kepala BMKG membandingkan siklon ini dengan siklon terkuat sebelumnya di Indonesia, yaitu siklon Cempaka yang pusatnya tidak memasuki daratan.

“Itu pusatnya ada di lautan, dan yang masuk ke darat hanya ekornya,” ujarnya.

Sebelumnya diketahui siklon yang terbentuk ketika masuk ke daratan juga langsung terurai. Namun, sejak awal terbentuk, siklon ini sudah masuk ke daratan, bahkan sampai ke Kupang.

Baca Juga: Pengurus NU di Pemalang Diminta Tak Hanya Bergerak di Bidang Agama Tetapi Harus Bergerak di Bidang Ekonomi

“Itulah yang membuat lebih dahsyat. Bayangkan kecepatan pusarannya waktu awal terbentuk 85 km/jam,” ungkapnya.

Pada saat terbentuk, kecepatan putaran siklon tropis Seroja mencapai sekitar 85 km/jam. Terpantau saat ini kecepatannya meningkat hingga 110 km/jam dan diprediksi akan makin meningkat menjadi 130 km/jam.

Meski begitu, pergerakan arah siklon tropis ini menjauhi Indonesia ke arah barat daya, dan diprediksi setelah tanggal 7 April 2021, siklon ini akan menjauhi wilayah Indonesia.

Baca Juga: Andalkan Pemain Lokal, Pertandingan PSIS Lawan PSM Dinilai akan Berjalan Menarik

Menurut Kepala BMKG, meskipun kecepatannya bertambah, namun dampak yang ditimbulkan akan semakin kecil.

Diketahui sejak 2008-2021 terdapat 10 siklon tropis yang terjadi di Indonesia. Namun berdasarkan data, siklon tropis ini terjadi 2-4 tahun sekali.

Sejak 2014, terjadi siklon tropis setiap tahun di Indonesia, bahkan bisa terjadi dua kali dalam setahun.

Kepala BMKG menghimbau agar pemerintah dapat mengevaluasi peristiwa ini.

Baca Juga: Kejari Batang Musnahkan Barang Bukti Rokok Ilegal Senilai 700 Juta

“Kita perlu mengevaluasi, karena penyebabnya adalah semakin panasnya suhu air laut. Yang tentunya laut itu tempat mengabsorpsi CO2, dan itu adalah dampak dari gas rumah kaca,” tegasnya.

Menurutnya, ada korelasi peningkatan suhu air laut ini dengan global warming.

“Global warming memang bener-bener harus dimitigasi. Kalau tidak, kondisi siklon ini akan menjadi kejadian rutin setiap tahun, menjadi hal yang normal, Ini yang perlu kita antisipasi bersama,” jelasnya.

Ia juga menghimbau agar masyarakat tetap waspada, karena diprediksi sebelum tanggal 7 April akan terjadi dampak siklon Seroja berupa hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi yang bisa masuk ke darat.

“Meskipun tidak sama dengan gelombang tsunami, tidak sekuat gelombang tsunami, tapi sama-sama masuk ke darat dan dapat merusak,” ungkapnya.

Baca Juga: Jadwal Film dan Sepak Bola Hari Ini, Selasa 6 April 2021

Diprediksi ketinggian gelombang di Samudra Hindia dapat mencapai 6 meter, namun di perairan NTT, di Flores, di laut Sawu, di perairan selatan Sunda dapat mencapai 4-6 meter.

Walaupun kekuatan siklon Seroja di darat semakin berkurang, namun diprediksi gelombang di lautan berpotensi masih cukup tinggi.***

Editor: Intan Hidayat

Tags

Terkini

Terpopuler