Natuna Diusik China, Sosok Pejuang Perluasan ZEE : Indonesia Tidak Akan Pernah Akui Nine Dash Line!

16 Desember 2020, 21:22 WIB
Presiden Joko Widodo saat meninjau pangkalan militer TNI di Natuna beberapa waktu lalu.* /ANTARA

SINARJATENG.COM - Terjadi kemelut di perairan Natuna, khususnya Indonesia lawan China, pada akhir tahun 2019 sampai awal 2020 terkait Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Mau miliki sebagian wilayah Natuna yang kaya raya sumber alam, China mulai mengusik dengan tidak mengakui batas ZEE.

Padahal Laut Natuna Utara, yang diklaim sebagai Laut China Selatan itu, masuk ZEE Indonesia.

Baca Juga: Kerap Menyela Saat Ditanya, Pinangki Ditegur Hakim

“Dulu perjuangan meluaskan ZEE dari 3 mil menjadi 12 mil sangat sulit. Kita harus menolak klaim Tiongkok tersebut,” kata Presiden Direktur Rokan Group, Rustian, Rabu, 16 Desember 2020.

Rustian bersama Menteri Luar Negeri 1978-1988 Muchtar Kusumaatmadja adalah sosok di balik keberhasilan perluasan ZEE dari 3 mil menjadi 12 mil.

Sedangkan Rokan Group sendiri adalah kelompok usaha yang bergerak di bidang perkebunan, utamanya sawit. Namun di dalam perjalanan, Rokan terlibat dalam berbagai aksi kemanusiaan seperti mengurusi transmigrasi, membantu makanan pengungsi Vietnam di Pulau Galang, swasembaga beras, dan normalisasi hubungan RI-China.

Baca Juga: Ganjar Minta di Masa Pandemi Badan Publik Berikan Layanan Informasi Secara Maksimal

“ZEE harus dipertahankan karena di situ masa depan bangsa. Banyak sumber daya alam di dalamnya, selain ikan,” kata Rustian.

Rustian ambil bagian lobi perluasan ZEE ke negara-negara yang mempunyai hak veto di PBB, di luar China.

Hal itu karena dia dekat dengan para pejabat PBB lantaran banyak membantu lembaga dunia tersebut dalam berbagai kepentingannya.

Baca Juga: Link Live Streaming Big Match Liverpool vs Tottenham, Malam Ini!

Namun, sejarahnya berawal ketika dia dipanggil mendiang Presiden Soeharto untuk membantu mengurusi transmigran dari Jawa ke luar Jawa dan melobi PBB agar Indonesia mendapat bantuan program “Rawan Pangan” di bawah World Food Program (WFP) milik PBB.

“Soeharto bilang, ‘Kita bukan butuh bantuan beras, tapi pengakuan dunia atas transmigrasi.’ Maklum waktu itu, transmigrasi banyak disorot karena dianggap banyak masalah seperti jawanisasi,” tuturnya.

Lobi-lobi dan tugas yang diemban Rustian berjalan baik. Indonesia mendapat hibah dari PBB. Rustian semakin dekat dengan para pejabat PBB.

Baca Juga: Harapan Baru Untuk Tahun 2021, Jokowi Umumkan Vaksin Covid-19 Gratis

Dari sini nanti memperlancar upaya Indonesia memperluas ZEE. “Dari pekerjaan terkait transmigrasi dan PBB tersebut, membuat akses saya ke PBB jadi lancar. Hal ini lalu memudahkan kelak ketika saya ikut membantu menlu mengenai perluasan ZEE tadi,” kata Rustian.

“Atas keberhasilan perluasan ZEE ini membuat jumlah pulau yang dimiliki Indonesia bertambah dari 8.000 menjadi 17.000. Hal itu terjadi tahun 1982 saat bersama Menlu Muchtar di Genewa mampu mengegolkan perluasan ZEE tersebut,” ujarnya.

Sedang di era sekarang, Menlu Retno Marsudi, menegaskan, Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan China, sebagaimana dituduhkan Beijing. Sebagaimana diberitakan Pikiran Rakyat berjudul Laut Natuna Utara Terus Diusik, Sosok di Balik Perluasan ZEE: RI Tidak Akan Mengakui Nine Dash Line!.

Baca Juga: Link Live Streaming Liga Spanyol Malam Ini, Real Madrid vs Athletic Bilbao

Indonesia pun tidak akan pernah mengakui nine dash-line. Sebab penarikan garis tersebut bertentangan dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) sebagaimana diputuskan tahun 2016 lalu.

UNCLOS adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut.

Menurut Kemenlu, Nine dash-line China adalah garis yang digambar di peta pemerintah China. Di mana negara itu mengeklaim wilayah Laut China Selatan, dari Kepulauan Paracel (yang diduduki China, tapi diklaim Vietnam dan Taiwan) hingga Kepulauan Spratly yang disengketakan dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.***

Editor: Eko Wahyu Putranto

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler