Bukan Karena Kegiatan Ekspornya, KPK Ungkap Alasan Kasus Edhy Prabowo

2 Desember 2020, 22:32 WIB
Ilustrasi KPK. /Antara/

SINARJATENG.COM - Ada alasan penting di balik Operasi tangkap tangan (OTT) dari beberapa pihak di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menjadikan kasus ini harus diusut.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, menuturkan bahwa OTT yang menyeret mantan Menteri KKP Edhy Prabowo tersebut, bukan karena kegiatan ekspornya.

Hal tersebut dijelaskan Nurul Ghufron pada sebuah tayangan yang diunggah di kanal Youtube Indonesia Lawyers Club pada Rabu, 2 Desember 2020.

Baca Juga: Ganjar Apresiasi Putusan Pemerintah Kurangi Libur Cuti Bersama Akhir Tahun

“Apa yang terjadi di dalam kasus itu, mungkin yang temen-temen agak simpang siur disangkanya itu dalam ekspornya,” ujarnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal Youtube Indonesia Lawyers Club.

Seperti yang diketahui, KKP membuka keran ekspor lobster yang sebelumnya dilarang itu sejak 14 Mei 2020, dan KPK belum melakukan penyelidikan apa-apa pada saat itu.

“KPK baru melakukan proses penyelidikan di bulan Agustus 2020. Baru kemudian, sebagaimana diketahui pada tanggal 25 November KPK melakukan tangkap tangan atas dugaan penerimaan hadiah atau janji kepada saudara EP, mantan menteri KKP,” tutur Nurul Ghufron.

Baca Juga: Layani Penumpang, KAI Madiun Operasikan Empat KA Saat Libur Natal dan Tahun Baru 2021

Dia mengungkapkan bahwa KPK merasa curiga terkait perusahaan ekspedisi dan pemusatan ekspedisi yang dilakukan di Jakarta, padahal beberapa titik budi daya lobster terbanyak berada di luar Jakarta.

“Nah benar yang terjadi, bahwa kemudian perusahaan ekspedisinya adalah PT ACK (PT Aero Citra Kargo), sebenernya ACK bukan perusahaan ekspedisi sebelumnya, tetapi sebenernya bentukan baru dari PT PLI,” kata Nurul Ghufron.

“PT PLI yang bener-bener merupakan ekspedisi. Tapi kemudian mau digunakan untuk ekspor benih ini, kemudian di masukkan saham beberapa orang tambahan baru, kemudian yang memiliki akses terhadap Kementerian KKP ini,” ujarnya menambahkan.

Baca Juga: Usai Sembuh dari COVID-19 Tanda Tubuh Sudah Kebal Virus? Begini Tanggapan Pakar

Setelah itu, PT PLI yang semula merupakan perusahaan ekspedisi, hanya mendapatkan bagian kurang dari 50 persen.

“Dari situ kemudian masuklah beberapa saham, PT PLI yang semula ekspedisi ini hanya mendapat porsi sekitar 41 persen. Selebihnya ada beberapa pihak, yang beberapa pihak itu ternyata adalah nomini (nomine) dari pihak-pihak yang kami tangkap tersebut,” tutur Nurul Ghufron.

Dia pun menjelaskan bahwa secara hukum pelaksana ekspedisi bukan PT PLI, tetapi PT ACK yang berisi saham dari PT PLI dan beberapa pihak lainnya.

Baca Juga: Bupati Jepara Minta Pemdes dan Satgas Jogo Tonggo Tingkatkan Penanganan COVID-19

“PT ACK itu format baru dari PT PLI untuk mendapat proyek pengiriman khusus benih benur ini, kemudian berubah menjadi PT ACK yang di dalamnya ada saham PT PLI dan juga ada saham dari pihak temen-temen nomini dari KKP,” kata Nurul Ghufron.

“Dari itu kemudian hasilnya, karena PT ACK ini beberapa saham itu kemudian ternyata pemegang sahamnya nomini, setelah masuk kepada mereka hasilnya itu ternyata mengalir kepada beberapa pihak, termasuk salah satunya mantan menteri KKP tersebut,” ucapnya menambahkan.

Nurul Ghufron menegaskan bahwa hal tersebut menjadi petunjuk adanya kesengajaan dalam pemusatan proses ekspor benih lobster, yakni ekspedisinya dibuat termonopoli oleh PT ACK.

Baca Juga: Plt Bupati Pekalongan Cek APD Guna Antisipasi Kluster Pilkada

“Itu yang menunjukkan bahwa seakan-akan ini sengaja dibentuk untuk memang memusatkan proses bisnis itu, proses ekspedisi itu, supaya termonopoli. Ekspedisinya dibuat termonopoli oleh PT ACK,” ujarnya.

Dilansir dari Pikiran Rakyat dengan judul KPK Beberkan Alasan di Balik Penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo yang Sebenarnya, Nurul Ghufron menjelaskan bahwa secara umum, ekspedisi biasanya dihitung berdasarkan berat atau volume, tetapi untuk ekspor benih lobster justru dihitung per ekor. Sehingga biaya pengirimannya pun mengalami pembengkakan.

“lumrah secara umum ekspedisi itu biasanya adalah tonase artinya berat, atau size/volume. Tetapi untuk ekspor benih lobster ini dihitung per ekor, sehingga yang semestinya per kontainer ya antara Rp10-20 juta lah, itu membengkak menjadi Rp100 juta per kontainer,” tuturnya.***

Editor: Intan Hidayat

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler