IPW Soroti Adanya Dugaan Korupsi di PTPN V dan Hilangnya 650 Hektare Lahan di Kabupaten Kampar Riau

- 19 Oktober 2021, 18:24 WIB
Logo IPW
Logo IPW /ANTARA

 

 

SINARJATENG.COM – Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti adanya dugaan korupsi di PTPN V dan hilangnya 650 hektare lahan yang dibongkar Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.

IPW menduga, dugaan korupsi itu menjadi penyebab dikriminalisasikannya anggota dan pengurus koperasi oleh Polres Kampar di berbagai kasus. Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi kinerja Polres Kampar yang diduga menghianati konsep Polri Presisi.

Kasus yang terbaru, terlihat nyata adalah keberpihakan Polres Kampar terhadap PTPN V yang bermarkas di Riau. Laporan Polisi bernomor: LP/434/IX/2021/SPKT/POLRES KAMPAR/POLDA RIAU tertanggal 1 September 2021 langsung disambut antusias.

Baca Juga: IPW Apresiasi Polrestabes Semarang Ungkap Kasus Aniaya hingga Meninggal Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran

Hanya dalam waktu sehari, yakni 2 September 2021, Kiki Islami Parsha ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian pada tanggal 7 September 2021, Samsul Bahri juga dijadikan tersangka. Kedua tersangka itu dituduh menggelapkan barang milik PTPN V dan merampas truk milik koperasi.

"Padahal Islami memetik buah sawitnya di kebun sendiri. Mereka akhirnya, minta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan juga melaporkan kasusnya ke Komnas HAM," tegas Sugeng dalam keterangan tertulisnya.

Penanganan secepat kilat ini, lanjut Sugeng, sangat bertolak belakang dengan laporan yang dibuat oleh anggota dan pengurus Kopsa-M ke Polda Riau yang sejak tahun 2016 tidak ada ujungnya hingga kini.

Bahkan, sampai Ketua koperasinya, Anthony Hamzah diduga dikriminalisasi dengan dijadikan tersangka sebagai otak perusakan perumahan karyawan PT. Langgam Harmuni yang mencaplok tanah petani sawit anggota Kopsa-M pada peristiwa demo 15 Oktober 2020.

Baca Juga: IPW Apresiasi Langkah Cepat Kapolda Kalbar Tindak Pelaku Perusakan Masjid Ahmadiyah di Desa Balai Harapan

"Laporan Polisi ke Polda Riau itu dilakukan saat Anthony Hamzah belum sebulan diangkat menjadi Ketua Kopsa-M pada 30 Juli 2016 menggantikan Mustaqim. Laporan Polisi nomor: STPL/426/VIII/2016/SPKT/RIAU tertanggal 10 Agustus 2016 tersebut tentang dugaan penjualan lahan Kopsa-M seluas kurang lebih 300 hektar.

Sebelumnya, pada 2 Mei 2016 pihak koperasi juga telah melaporkan ke Polda Riau dengan laporan nomor: STPL/271/V/2016/SPKT/RIAU tentang penggelapan hasil kebun dengan cara mengontrakkan kebun KKPA seluas 470 hektar kepada KSO dengan perkiraan kerugian Rp 3 Miliar. Dalam kedua kasus ini, pihak PTPN V yang menjadi bapak angkat dari Kopsa-M diduga telah melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana,” beber dia.

Bahkan, cerita Sugeng, kegigihan ketua Kopsa-M Anthony Hamzah dengan menolak menandatangani surat pengakuan hutang senilai Rp 115 Miliar yang disodorkan PTPN V sebagai bapak angkat dan meminta penjelasan penggunaan uang pinjaman bank oleh PTPN V, disamping meminta penjelasan hilangnya 650 hektar lahan petani telah menjadi target untuk dijebloskan ke bui.

Baca Juga: Sambut Peringatan Maulid Nabi, Masyarakat Kaliwungu Gelar Tradisi Weh-wehan

Sehingga Sugeng menuding berbagai cara digunakan untuk membungkam anthony melalui upaya kriminalisasi yang difasilitasi oleh Polres Kampar.

"Hal ini terlihat ketika Polres Kampar menetapkan Anthony Hamzah sebagai tersangka dalam perkara perusakan disertai ancaman dan pengusiran yang terjadi di Perumahan Karyawan PT Langgam Harmuni, yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu, pada Kamis (15 Oktober 2020).

Penyidik mengkaitkan adanya aliran dana Anthony ke Hendra Sakti itu untuk melakukan demo dan perusakan. Padahal, Anthony Hamzah sendiri tidak ada di tempat kejadian perkara dan tidak pernah merancang demo. Anthony meminta bantuan kepada Hendra Sakti sesuai kesepakatan rapat koperasi untuk menyelesaikan kasus laporan di Polda Riau agar diproses dan membayar 6 kali tahapan dengan total 600 Juta,” terang dia.

Menurut Sugeng, penyidik Polres Kampar lupa bahwa yang ada di lapangan saat itu adalah Kanit Intel Polsek Siak Hulu yang berkoordinasi dengan komandan lapangan Hendra Sakti Effendi. Seharusnyalah Kanit intel tersebut juga dijadikan tersangka sebagai orang yang turut serta sesuai pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Atau bisa dijerat karena melakukan pembiaran demo pada malam hari, anarkis dan saat situasi pandemi covid-19 dimana kerumunan dilarang.

Baca Juga: Pemalang Raih APE Kategori Madya 3 Kali Berturut-turut, Slamet Masduki Targetkan 2021 untuk Kategori Utama

"Sehingga adanya demo yang digerakkan oleh Hendra Sakti juga harus dipertanggungjawabkan kepada Kapolsek dan Kapolres. Jarak Polsek Siak Hulu dengan lokasi demo sekitar 5 km dan Hendra Sakti terlebih dulu datang ke Polsek Siak Hulu, semestinya sudah dilakukan pencegahan dan atau antisipasi. Sebab, pelaksanaan demo itu harus ada pemberitahuan ke polisi dan dilakukan mulai pagi sampai sore.

Hal ini harus diungkap dalam sidang dengan tersangka Hendra Sakti Effendi. Kejanggalan-kejanggalan tersebut harus menjadi perhatian dan dituntaskan Kapolri Listyo Sigit yang mengusung konsep Polri Presisi.

"Sehingga menurunnya citra Polri akibat #PercumaLaporPolisi berubah menjadi kepercayaan publik terhadap Polri sesuai dengan grand strategi Polri 2005-2025,” tandasnya.***

Editor: Intan Hidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x