"Padahal, mereka yang mengaku sebagai korban dan menuduh itu sebenarnya mafia tanah. Sehingga di sini Agus Hartono hanya menjadi korban fitnah keji yang dilakukan para mafia tanah," jelasnya.
Tak berhenti di situ, dugaan praktik mafia tanah ini terhubung dengan dugaan praktik mafia peradilan di PN Semarang dengan adanya dugaan rekayasa atas permohonan pengajuan pailit dilakukan oleh terpidana RR dan EMK.
Modus yang dilakukan adalah menjual tanah dengan KTP palsu yang kemudian juga digunakan untuk memohonkan gugatan pailit kepada korbannya.
Dwi mengungkapkan, para mafia tanah telah secara sistematis memutarbalikkan fakta dengan mengaku sebagai korban. Hal itu dibuktikan dengan penanganan kasus mafia tanah yang ditangani Polda Jawa Tengah, di mana para oknum yang telah ditetapkan tersangka tersebut beberapa diantaranya adalah residivis.
"Oknum AN dan NR sudah ditetapkan tersangka atas kasus mafia tanah di Salatiga dan Kudus. Namun mereka selalu mangkir saat dipanggil untuk diperiksa penyidik," ungkapnya.
Di Semarang, kasus mafia tanah juga sedang ditangani Polrestabes Semarang. Dalam penanganannya, penyidik telah menetapkan WD sebagai tersangka atas tindak pidana penipuan dan perusakan namun tak kunjung ditangkap karena diduga kuat dibekingi oleh makelar kasus berinisial H dan S yang punya banyak jaringan pejabat di tingkat pusat.
Selain mereka, juga ada oknum mafia tanah lainnya yaitu RR dan EMK. Selain keduanya dalam proses penyidikan di Polda Jateng atas kasus pemalsuan surat dan identitas yang digunakan untuk permohonan pailit di PN Semarang.
"RR dan EMK ini residivis. Keduanya telah dipidana berdasarkan putusan PN Sleman. Yang lebih mengerikan lagi RR ini memiliki banyak KTP dan digunakan praktek penipuan. Fakta yang kami temukan di lapangan ada identitas dengan nama lain yang disinyalir milik RR dan digunakan untuk praktek penipuan transaksi dan saat ini juga dalam proses pemeriksaan di kepolisian," tambahnya.