Katib Aam PBNU Sebut Gerakan Radikalisme Jadi Masalah Semua Agama

- 24 Desember 2020, 08:11 WIB
KH. Yahya Cholil Tsaquf Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat webinar acara DIKLATPIMNAS Rabu 22 Desember 2020.
KH. Yahya Cholil Tsaquf Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat webinar acara DIKLATPIMNAS Rabu 22 Desember 2020. /Dok. Humas UIN Walisongo/Acik

“Saya menolak keras anggapan itu karena itu bukti ketidakjujuran akan fakta-fakta historis, karena wacana itu dalam Islam kita temukan cangkolan literaturnya di sekitar pertengahan abad ke 15”, tegas Pengasuh Pesantren Raudlotut Tholibin Rembang ini.

Kyai Yahya mengurfaikan, gerakan radikal belakangan di sebut sebagai gerakan takfiri, karena kerap mengkafirkan sesama muslim.

“Gerakan takfiri berbahaya karena menganggap, setiap orang kafir harus dimusuhi, halal darahnya dan halal kehormatannya. Sebaliknya jika kita muslim maka haram darahnya, kehormatan dan hartanya”.

Baca Juga: Jadwal TV SCTV Hari Ini, 24 Desember 2020, Jangan Lewatkan Sinetron Dari Jendela SMP

Bagaimana dengan orang-orang yang benar-benar kafir (selain Islam)?, tanya Gus Yahya. “Kalau merujuk pemikiran Islam abad pertengahan, konsekuensi adalah orang “kafir” itu tidak perlu mendapatkan perlindungan, mereka halal darahnya dan halal segala-galanya oleh penguasa”, terangnya.

Diklatpimnas diselengarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam bekerjasama dengan Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN Walisongo. Berlangsung selama sepuluh hari, 20-26 Desember 2020 berlangsung secara online dan 28-30 Desember secara offline.

Untuk mengatasi gerakan extrimisme dan radikalisme, Mantan Juru Bicara Presiden Era Gus ini memandang perlunya mengidentifikasi dan mengakui masalah agama dan radikalisme secara jujur dan diikuti dengan membangun wacana baru tentang Islam.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca DKI Jakarta, Kamis 24 Desember 2020: Waspada Hujan Disertai Petir

Terkait Wacana Baru, Gus Yahya mencatat, Muhammadiyah telah menelorkan konsep darul ahdi wa syahadah dan NU melalui Munas di Banjar 2019 telah merumuskan lima hal penting, yaitu; (a). Katagori kafir tidak relevan dalam negara modern; (b). mendirikam khilafah bukan kewajiban agama; (c). syariat tidak boleh dipertentangkan dengan hukum positif artinya setiap muslim mempunyai kewajiban syari terhadap hukum negara; (d) konflik yang melibatkan antar muslim, tidak boleh terlibat atas nama muslim tetapi harus atas nama perdamaian.

Selain itu lanjut Gus Yahya, pentingnya resolusi konflik dan reformasi pendidikan keagamaan, karena masih ada kurikulum pendidikan keagamaan yang kuirang menampilkan wajah keagamaan yang moderat dan damai.

Halaman:

Editor: Intan Hidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah