Survei: Dua Juta Anak Indonesia Terancam Jatuh Miskin Jika Bansos Dihentikan

6 Maret 2021, 19:03 WIB
Pemaparan Hasil Survei SMERU pada Kamis 4 Maret 2021 secara online/ /Youtube The SMERU Research Institute

SINARJATENG.COM – Hasil survei kolaborasi antara UNICEF, UNDP, Prospera, dan The SMERU Institute, yang bekerjasama dengan BPS memperkirakan sebanyak lebih dari dua juta anak di Indonesia akan jatuh miskin jika bantuan sosial (bansos) terhadap rumah tangga dihentikan pada tahun 2021.

“Kemiskinan anak dapat meningkat, UNICEF memperkirakan lebih dari dua juta anak Indonesia akan jatuh ke kemiskinan jika bantuan sosial terhadap rumah tangga dihentikan pada tahun 2021,” ungkap Deputi Direktur The SMERU Research Institute, Atia Yuma saat diskusi daring pada Kamis, 4 Maret 2021.

Atia menyatakan bahwa meskipun anak-anak tidak menjadi wajah pandemi Covid-19 karena mereka relatif terhindar dari virus, namun sebenarnya mereka kehilangan banyak hal selama pandemi.

Baca Juga: Peluncuran Perdana KA Kertanegara Rute Purwokerto-Malang, Cek Jadwal, Rute, dan Harganya

Ada empat dimensi yang mempengaruhi kesejahteraan anak di masa pandemi, yaitu hilangnya pendapatan keluarga, hilangnya pembelajaran, penurunan kemampuan siswa, dan resiko kesehatan.

Survei ini memberikan gambaran bahwa Pandemi Covid-19 memang berdampak sangat besar bagi perekonomian masyarakat Indonesia.

Sebanyak 30 persen masyarakat merasa khawatir tidak bisa memberi makan keluarga.

Baca Juga: Walaupun Covid-19 dan Pilek Sama-sama Karena Virus Corona, Kenali Gejala dan Perbedaan Utamanya

“Penurunan pendapatan dan gangguan sistem pemasokan makanan adalah faktor-faktor utama yang menyebabkan kerawanan pangan,” ungkapnya.

Tiga dari empat rumah tangga mengalami penurunan pendapatan, terutama pada keluarga yang memiliki anak dan yang tinggal di perkotaan.

Selama pandemi, sebanyak 14 persen pencari nafkah utama yang berpindah pekerjaan akibat pandemi. Dari jumlah tersebut, setengahnya berpindah dari sektor formal ke sektor informal, seperti pertanian dan konstruksi.

Baca Juga: Waspadai Jangka Waktu Antibodi Virus Corona Agar Tidak Terinfeksi Ulang Covid-19, Begini Penjelasannya

Sebanyak 15,5 persen rumah tangga tidak memiliki tabungan yang bisa digunakan sebagai dana darurat. Bahkan 28,3 persen rumah tangga menggadaikan kepemilikan barang-barangnya.

“Untuk strategi bertahan, satu dari tiga rumah tangga harus menjual atau menggadaikan barang, kemudian satu perempatnya harus meminjam uang secara informal dari keluarga atau teman,” ungkap Atia.

Mirisnya, pandemi Covid-19 juga meningkatkan jumlah anak yang bekerja. Sebanyak 7 persen rumah tangga memiliki anak yang bekerja dimana 2,5 persen anak tersebut mulai bekerja sejak pandemi.

Baca Juga: Momen Langka, Ibu, Bapak, dan Anak Wisuda Bersama di Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Sebesar 57,3 persen orang tua merasakan kesulitan dalam mengakses koneksi internet. Hal ini menyebabkan 20,5 persen anak mengalami penurunan konsentrasi dalam belajar, bahkan 12,9 persen anak menjadi lebih mudah marah.

Sebanyak 45 persen rumah tangga mengaku mengalami tantangan perilaku pada anak-anak mereka.

Survei ini dilakukan pada bulan Oktober-November 2020 dengan sampel sebanyak 12.216 rumah tangga dari seluruh provinsi di Indonesia. Metode yang dilakukan dalam survei ini adalah wawancara tatap muka dengan menggunakan protokol kesehatan.

Baca Juga: Link Live Streaming Sheffield United vs Southampton: Prediksi Line Up Kedua Tim

Di akhir pemaparan hasil survei, SMERU menyarankan agar pemerintah dapat memberikan dukungan yang lebih besar bagi anak-anak mulai dari perlindungan sosial hingga kesehatan dan gizi. Pemerintah juga perlu memperluas cangkupan bantuan pangan, mempertahankan dukungan untuk kelompok pendapatan menengah ke bawah dan integrasi data penerima bantuan sosial.*

Editor: Intan Hidayat

Tags

Terkini

Terpopuler