Anggota DPR Ingatkan Larangan Ekspor Kelapa Harus diikuti Kebijakan Harga

- 2 Desember 2020, 16:41 WIB
Ilustrasi minyak kelapa.
Ilustrasi minyak kelapa. /Pixabay/moho01

Menurut dia, masalah yang dihadapi industri pengolahan kelapa saat ini bukan bahan baku yang kurang, tetapi tidak mampu bersaing dengan eksportir dalam mendapatkan kelapa dari petani.

Eksportir membeli langsung dari kebun petani dengan harga lebih tinggi Rp500-700/butir dibanding industri dalam negeri.

Baca Juga: Carry Pick-Up Jadi Mobil Niaga Terlaris, Suzuki Klaim Rajanya Pick-Up di Indonesia

Oleh karena itu, lanjutnya, industri kelapa lokal harus berbenah, mengapa industri pengolahan kelapa global mampu membeli dengan harga lebih tinggi. Sudah puluhan tahun industri pengolahan kelapa lokal menikmati harga kelapa yang rendah.

Tahun lalu, industri kelapa global sempat menghentikan pembelian kelapa bulat, tambahnya, akibatnya harga kelapa petani langsung jatuh.

"Larangan ekspor kelapa bulat pada saat ini akan menguntungkan industri tetapi merugikan petani," katanya.

Baca Juga: Pimpin IBI Banyumas, Henny Soetikno Tingkatkan Martabat dan Kedudukan Bidan

Menurut dia, Indonesia memang tidak bisa terus menerus mengekspor kelapa bulat. Ekspor harus diubah menjadi produk olahan kelapa yang bernilai tambah tinggi.

Industri harus diperbanyak dan efisien sehingga mampu menampung dan membeli kelapa petani dengan harga seperti eksportir.

Secara terpisah, Dewan Pengawas Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia Gamal Nasir menyatakan setiap kebijakan yang dibuat harus memperhatikan kepentingan petani kelapa, jangan sampai mereka dirugikan.

Halaman:

Editor: Aman Ariyanto

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x