Peneliti UNS Sebut Kebijakan Stunting Perlu Perhatikan Karakteristik Daerah

- 11 November 2020, 06:36 WIB
Dosen UNS yang tergabung dalam penelitian terkait kasus stunting di Indonesia.
Dosen UNS yang tergabung dalam penelitian terkait kasus stunting di Indonesia. /Dok Humas UNS/

SINARJATENG.COM - Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menyatakan pemerintah perlu memperhatikan karakteristik daerah untuk menyikapi stunting dan memberikan perhatian lebih pada daerah dengan prevalensi tinggi.

"Anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan memiliki risiko stunting lebih tinggi karena kurangnya akses ke perawatan kesehatan," kata salah satu peneliti UNS Tri Mulyaningsih yang tergabung dalam riset kolaborasi internasional bertajuk "Multilevel Determinants of Childhood Stunting" di Solo, Selasa 10 November 2020.

Ia mengatakan prevalensi stunting anak tidak sama antarprovinsi, misalnya risiko stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) lebih tinggi dibandingkan Pulau Jawa.

Baca Juga: Gandeng RSUD Bendan, KPU Pekalongan Gelar Rapid Test Massal untuk Petugas Pilkada

Menurut dia, hal itu tidak lepas dari bagaimana akses terhadap kebutuhan air bersih atau "water, sanitation, and higiene" (WASH) di suatu daerah yang sangat berpengaruh pada kondisi anak.

Terkait hal itu, menurut dia, diperlukan kebijakan yang lebih baik dan spesifik, serta mengarah langsung ke intervensi kebijakan dan harus sensitif seperti memperhatikan masalah akses ke WASH.

"Sebetulnya kebijakan-kebijakan pemerintah di Indonesia berkaitan dengan stunting sudah banyak, komprehensif, dan menjangkau berbagai sektor. Namun, implementasi dari kebijakan tersebut masih terbatas, belum maksimal, dan belum efektif," katanya.

Baca Juga: Menteri Tjahjo Sebut Gerakan Indonesia Melayani Bawa Perubahan Positif

Menurut dia, angka stunting memang menunjukkan penurunan tetapi berjalan lambat. Bahkan, dikatakannya, untuk turun 1 persen saja membutuhkan waktu yang lama sehingga diperlukan implementasi kebijakan yang lebih maksimal dan efektif.

Sementara itu, dikatakannya, riset tersebut berbicara perihal malnutrisi anak dan berfokus pada masalah stunting yang merupakan masalah malnutrisi anak paling berat di Indonesia.

"Kondisi ini juga tidak lepas dari dampak stunting bagi pertumbuhan anak dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa mendatang. Anak yang mengalami stunting, kemampuan kognitif dan intelektualitasnya kurang berkembang," katanya.

Baca Juga: Kendal Raih Peringkat Dua Kategori Kabupaten Inovatif 2020

Dengan demikian, dikatakannya, produktivitas kerja juga berkurang. Selain itu, menurut dia anak yang mengalami stunting berisiko penyakit lebih tinggi dibandingkan anak lain, khususnya penyakit tidak menular seperti diabetes, kolesterol, dan jantung.

Selain Tri Mulyaningsih dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dua dosen lain yang juga tergabung dalam kelompok riset tersebut yaitu Vincent Hadiwiyono dari FEB dan Vitri Widyaningsih dari Fakultas Kedokteran (FK).

Editor: Intan Hidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x