Kedua, meneladani keteguhan hati Nabi Muhammad SAW. Jika ada pertanyaan siapakah yang memiliki keteguhan hati yang luar biasa? Jawabannya adalah Rasulullah SAW.
Sejak pertama mendapatkan wahyu pertama dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril dan diangkat sebagai utusan-Nya (Rasulullah), beliau terus berdakwah tanpa mengenal lelah.
Bahkan dalam dakwah pertama beliau di Makkah, mendapatkan tantangan yang amat berat. Dalam mengajak (berdakwah) kaumnya kepada ajaran tauhid (Islam), beliau mendapatkan penolakan dari sana-sini. Bahkan sampai nyawa pun dipertaruhkan oleh Rasulullah.
Kaum Quraisy terus mencaci-maki, menghujat, menghina, memfitnah dan mencoba membunuh, Rasulullah tetap menyebarkan Islam. Keteguhan hati inilah yang harus diambil dari momentum Maulid Nabi.
Ketiga, menjadi sarana efektif mengajarkan seorang Muslim agar mencintai Rasulullah SAW.
Bagi umat Islam, mencintai Allah dan Rasul-Nya merupakan salah satu bukti keimanan. Jadi, mencintai Rasulullah itu karena iman dan perintah agama. Peringatan dan perayaan peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW, baik dengan pembacaan shalawat, riwayat kehidupan Rasulullah, dan ceramah-ceramah keagamaan bisa menjadi sarana efektif mengajarkan seseorang agar mencintai Rasulullah.
Baca Juga: Losmen Bu Broto, Serial TVRI yang Melegenda Akan Tayang di Layar Lebar 18 November 2021
Dengan kata lain, memperingati dan merayakan Maulid (hari kelahiran) Rasulullah adalah menjadi salah satu bukti nyata bagi orang yang mengaku beriman akan rasa cintanya kepada baginda Rasulullah SAW. Mencintai Rasulullah telah banyak disinggung dalam berbagai sumber, misalnya riwayat berikut:
Dari Anas ra, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya. (2) Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia tidak suka untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagai-mana ia tidak mau untuk dilemparkan ke dalam api.” [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lain-lain).