Sayur Kare, Pasar Imlek dan Moderasi Beragama

10 Februari 2024, 21:14 WIB
Pertunjukan lintas budaya di Pasar Imlek Semawis Semarang, (9/2/2024) /SinarJateng

 

Oleh : Intan Hidayat*

SINARJATENG.COM - Catatan Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, indeks kerukunan di Jawa Tengah tahun 2023 mengalami peningkatan.

Dari 74,28 di tahun 2022, menjadi 77,90 di tahun 2023. Capaian kerukunan beragama ini bukanlah tanpa bukti. Semarang misalnya, Ibu Kota Jawa Tengah ini kehidupan multi etnis dan lintas agama berjalan seiring selaras, nyaris tanpa konflik yang berarti.

Semangat untuk terus merawat harmoni itu  juga mewujud, salah satunya melalui agenda tahunan Pasar Imlek Semawis. Bukan tanpa alasan juga bila Pasar Imlek Semawis ini mampu merekatkan semua kalangan masyarakat tanpa batas agama, suku dan perbedaan lainnya.

Baca Juga: Tradisi Tahun Baru Imlek 2024 di Kota Semarang

Sesuai namanya, Pasar Imlek khas Kota Semarang ini menjadi wahana pertemuan penjual, pembeli bahkan siapa saja yang ingin menikmati interaksi sosial di ruang terbuka.

Pengajar Sosiologi Komunikasi dari Universitas Semarang, Hilda Rahmah menyatakan bahwa kehadiran Pasar Imlek Semawis yang telah berjalan setiap tahun itu menjadi sebuah sarana bagi pembauran, bahwa sebuah praktik baik dan riil mengenai moderasi beragama.

“Ya, kita ketahui saat ini memang sudah terjadi pembauran, antara kalangan Tionghoa dan etnis lain di Semarang sudah membaur, namun di momentum Pasar Imlek akan semakin membuat setiap elemen melebur diri. Tidak hanya akulturasi namun barangkali juga terjadi amalgamasi,” terang Hilda

Menurut Hilda, saat ini tidak ada lagi sikap ekslusivisme diantara kaum Tionghoa Semarang, namun justru sebaliknya makin membuka diri untuk persilangan budaya. Hidupnya etnis Tionghoa, Jawa dan suku lainnya di Semarang diibaratkan bagai sebuah kuali besar sayur kare dengan rempah-rempah yang makin memperkaya rasa.

Penjual ornamen Imlek menangguk untung di gelaran Pasar Imlek Semawis. Momentum ini juga menggerakkan UMKM lainnya SinarJateng

Tentang moderasi beragama, Hilda menegaskan bahwasanya definisi dari moderasi beragama bisa diterjemahkan menjadi manusia-manusia yang memiliki komitmen kebangsaan dan menerima kearifan lokal.

“Tentu saja akhirnya moderasi beragama dalam momentum Imlek ini letaknya adalah pada rasa kemanusiaan, toleransi dan menghargai keberagaman tradisi, budaya dan juga anti kekerasan,” sambungnya.

Pasar imlek Semawis adalah pasar rakyat yang telah dilakukan selama bertahun-tahun di kota Semarang. Bermula dari tradisi lama pasar senggol Gang Baru yang telah hidup sejak ratusan tahun, lantas menginspirasi para pegiat budaya dan para pengusaha untuk meneruskan tradisi ini dalam format kekinian. Menarik mundur sekilas sejarahnya, tersebutlah tradisi pasar malam Ji Kau Meh di pasar Gang Baru.

Masyarakat Tionghoa di Semarang setiap tanggal 29 bulan 12 imlek itu lantas berkumpul di Pasar Gang baru malam hari untuk berbelanja barang-barang keperluan sembahyang Imlek. Selanjutnya pasar malam Ji Kau Meh itu kemudian dikembangkan menjadi Pasar Imlek Semawis. Kata Semawis sendiri diadopsi dari lafal Semarang dalam bahasa Jawa.

Pegiat Pasar Imlek Semawis 2024, Harjanto Halim, menyatakan gelaran Pasar Imlek tahun ini bertema “Menggambar Naga, Menghias Mata” yang diusung dari pepatah Tionghoa dengan makna melanjutkan hasil kerja pemimpin saat ini, disempurnakan, diperbaiki, dan menjadikan lebih baik lagi. Harjanto juga mengatakan, sesuai dengan nafas pembauran dan penghargaan atas keberagaman, beberapa rangkaian Pasar Imlek Semawis selalu melibatkan komunitas lintas etnis dan agama.

Baca Juga: Menjelang Perayaan Tahun baru Imlek Kemenag Demak Mengunjungi Kelenteng Poo An Bio

“Kemarin itu pada saat upacara pembukaan bernama Ketuk Pintu, kita mengadakan tumpengan dan dihadiri serta didoakan oleh pemuka agama Islam. Ya ini karena kita ini hidup di Indonesia. Doa restunya bukan hanya dari para Dewa di Klenteng tapi juga memohon restu dari masyarakat dan slametan secara Jawa dan Islam. Kami menghormati dimana kami hidup dan tanah Jawa ini,” terang Harjanto.

Selain itu, prosesi Tuk Panjang atau makan bersama sebagai kegiatan awal di pembukaan Pasar Imlek Semawis juga mengajak tokoh lintas agama, masyarakat, bahkan pejabat. Prosesi Tuk Panjang ini mendorong semangat untuk mempererat jalinan persahabatan antar keberagaman. Momentum ini juga menjadi simbol bahwa perayaan Imlek dan hari raya agama lain dapat dinikmati oleh banyak orang agar memberikan manfaat yang lebih besar. 

“Ini adalah kesempatan untuk bersama-sama dalam makan malam, menjaga kerukunan, harmoni, dan kedamaian dalam lingkungan keluarga yang luas," ujar Harjanto Halim yang juga merupakan Ketua Komunitas Pecinan Semarang Untuk Pariwisata.

Pertunjukkan Barongsai yang selalu dinantikan para pengunjung SinarJateng

Kampung Moderasi Beragama Semarang

Bagi warga Semarang, hadirnya Pasar Imlek Semawis menjadi penyemangat di tahun 2024 yaitu Naga Kayu. Dalam tradisi Tionghoa, Naga adalah simbol prestise, kekuatan, dan kesuksesan. Naga dihormati sebagai lambang keberuntungan yang luar biasa dan tak terkalahkan dalam kecakapan serta keunggulannya yang luar biasa.

Ini tercermin dalam kemeriahan suasana, meski tahun ini Pasar Imlek Semawis berjalan dengan lebih sederhana. Rumah-rumah warga yang berada di sepanjang Gang yang menjadi gelaran pasar ditempeli aneka stiker doa dan harapan di tahun baru. Baik warga maupun penjual bahkan tidak berkeberatan jika pengunjung Pasar Imlek tidak membeli dagangan yang ditawarkan melainkan hanya menangkap momentum keramaian lewat rekaman lensa kamera.

Kehadiran panggung-panggung budaya juga meramaikan suasana, dan tentu saja hiburan Barongsai dan kesenian lainnya juga turut menjadi daya magnet bagi pengunjung disamping stand-stand aneka jajanan tradisional dan kedai-kedai kecil penjaja kuliner lintas selera antar negara

“ Kapan lagi kita sebagai warga Semarang bisa bertemu dan rileks kalau tidak di Pasar Imlek,” kata Yulia pemilik usaha kuliner yang dijajakan di depan rumahnya.

Kota Semarang yang kaya akan etnis dan interaksi sosial yang positif, juga mendapatkan apresiasi positif dari Pemerintah. Baru-baru ini , Kemenag Kota Semarang telah meresmikan dua Kelurahan sebagai pelopor pokja Kampung Moderasi Beragama (KMB) yakni Kelurahan Jangli, Kecamatan Candisari dan Kelurahan Bendungan, Kecamatan Gajahmungkur.

“Berdasarkan identifikasi dan survey lapangan, dua kelurahan ini menjadi percontohan. Kami juga menilai komunitas yang moderat dalam beragama, dan dua kelurahan ini masuk dalam kriteria yang telah ditentukan,” kata Kepala Kemenag Kota Semarang, Ahmad Farid.

Kampung Moderasi Beragama ini diselenggarakan sebagai bentuk ikhtiar Kemenag dalam menciptakan suasana masyarakat yang rukun dan harmonis antar masyarakat beragama.

“Didalam kampung moderasi ini, harapan kami masyarakat tidak melulu hanya melihat apa agamanya, lalu apa sukunya, sehingga tujuannya adalah tidak ada diskriminasi bagi yang berbeda, dan tercipta suasana yang rukun dan harmonis antar umat beragama lainnya,” lanjutnya.

Inisiatif Kampung Moderasi Beragama adalah sebuah program yang dikelola oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dengan tujuan membentuk suatu kampung, desa, atau lingkungan yang ditandai oleh tingkat toleransi yang tinggi antara umat beragama, serta mempromosikan kerukunan di antara mereka dalam masyarakat. Ini juga telah menjadi Program Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). 

Pada penutupan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 di UIN Walisongo Semarang yang diadakan baru-baru ini, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan lagi pentingnya moderasi beragama sebagai faktor yang berperan penting dalam memberikan kontribusi yang nyata. Oleh karena itu, Kementerian Agama terus melakukan upaya untuk memperkuat moderasi beragama dalam beberapa tahun terakhir.***

*) Intan Hidayat, Wartawan SinarJateng.com

Editor: Intan Hidayat

Tags

Terkini

Terpopuler