SINARJATENG.COM - Perkawinan anak menjadi agenda pembangunan global, hal ini sesuai dengan target dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), yakni kehidupan sehat dan sejahtera dan kesetaraan gender pada capaian tahun 2030.
Melalui tujuan pembangunan berrkelanjutan (SDGs), dunia berkomitmen untuk mengakhiri pernikahan anak pada tahun 2030.
Perkawinan anak sendiri sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan merupakan akibat dari ketidaksetaraan gender, pelanggaran hak dan bentuk kekerasan berbasis gender dengan dampak jangka panjang pada kesehatan fisik, mental, pendidikan, ekonomi, budaya dan partisipasi politik anak perempuan.
Setiap anak memiliki hak dalam menentukan masa depan dan menempuh jenjang pendidikan yang tinggi. Namun hal ini jauh berbeda masih banyak perkawinan dibawah umur.
Perlu adanya terobosan dari pemerintah dan masyarakat luas dalam mencegah perkawinan anak menjadi tanggung jawab bersama. Banyak faktor yang melatar belakangi pernikahan anak diantaranya ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan adat budaya.
Faktor utama yang menjadi pemicu adalah kemiskinan, faktor geografis, kurangnya akses pendidikan, budaya, ketidaksetaraan gender, konflik sosial dan bencana, kurangnya akses ke layanan dan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif, dan norma sosial yang memperkuat stereotip gender tertentu.
Dengan dukungan Irish Aid/Kedutaan Besar Irlandia di Jakarta dan deeVIMas-CAD, TRIPLE-F mengadakan kic off meeting bertema “Mengakhiri Pernikahan Anak Dengan Mewujudkan Hak Anak” yang digelar di Hotel Alana, Solo, Jawa Tengah, Jumat 29 Juli 2022 lalu.
Baca Juga: Jadwal Acara TV tvN, Rabu 3 Agustus 2022: Ada Tayangan My Unfamiliar Family dan The Backpacker Chef