Pilkada dan Pejuang Negatif

8 Desember 2020, 08:43 WIB
Dr. Aji Sofanudin, Peneliti Senior pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI /Dok. Pribadi / Sinarjateng.com

Oleh : Aji Sofanudin

Pilkada, 9 Desember 2020 dibayang-bayangi penyebaran Covid-19. Pelaksanaan Pilkada Bupati/Walikota dan Gubernur di berbagai daerah dibarengi ketakutan klaster baru Pilkada. Apalagi grafik warga terkonfirmasi positif menunjukkan trend yang selalu naik.

Data Dinas Kesehatan Kota Semarang, sejak 20 April 2020 s.d 30 November 2020 menunjukkan angka yang selalu naik. Data per 30/11/2020 warga terkonfirmasi positif sebanyak 13.096 orang. Kasus terkonfirmasi (dirawat) sebanyak 738 orang (asal semarang: 504, luar semarang: 234).

Sementara total kasus terkonfirmasi di kota Semarang sangat banyak yakni 14.211 kasus (siagacorona.semarangkota.go.id, 30 November 2020). Trend ini tentu perlu mendapat perhatian, apalagi menjelang Pilkada.

Baca Juga: PT Honda Prospect Motor, Tutup Game Honda Brio Virtual Drift Challenge. inilah yang Jadi Juara!

Pilkada Kota Semarang, berbeda dengan pilkada di tempat lain. Nuansa persaingan antarcalon nyaris tidak ada. Maklum, pilkada kota Semarang hanya ada calon tunggal yakni pasangan Hendrar Prihadi dan Hevearita Gunaryanti Rahayu yang popular dengan sebutan Hendi-Ita. Sementara lawannya adalah kotak kosong.

Suasana kebatinan warga kota Semarang terkait Walikota sebenarnya sudah selesai. Pasangan Hendi-Ita hampir pasti menang sebelum bertanding. Pilwalkot Semarang sejatinya sudah selesai, dan tinggal ketok palu KPUD saja. Yang justru belum selesai adalah bayang-bayang Covid-19 dalam perhelatan pilwalkot, Rabu 9 Desember 2020.

Pengalaman Pribadi

Penanganan Covid-19 di Kota Semarang terbilang bagus. Setidaknya yang dialami oleh saya sendiri yang kebetulan pernah menjadi pasien Covid-19 di Rumah Dinas Walikota (26 November s.d 1 Desember 2020).

Baca Juga: PSBB Transisi diperpanjang Hingga 21 Desember 2020, Aturan Ganjil Genap di Jakarta Tidak Berlaku

Penanganan pasien di rumah isolasi dalam konteks: fasilitas, tempat tidur, makan tiga kali sehari, tempat mandi, dan kebersihan sudah bagus. Setiap hari, pasien dilakukan tes swab, hasilnya diumumkan hari berikutnya. Jika negatif, bisa langsung pulang sementara jika masih positif berarti tetap tinggal di rumah dinas.

Ada tim medis berjaga setiap saat. Olah raga dilakukan setiap pagi dan sore hari. Ada juga tim psikolog yang memberi motivasi. Fasilitas laundry juga ada, meskipun tidak semua pasien memanfaatkan. Warga yang terkonfirmasi positif agar melaporkan ke Puskesmas terdekat.

Ada ambulance hebat, 1500-132 yang siaga setiap saat. Warga kota Semarang tentu perlu bersyukur memiliki fasilitas penanganan pasien Covid-19 yang bagus. Semuanya free, tidak dipungut biaya.

Baca Juga: Usai Vaksin COVID-19 Tiba di Tanah Air, Begini Tanggapan Menkominfo

Meskipun demikian, tentu sebagai warga kota tidak boleh “berleha-leha” dan kendor terhadap ancaman nyata virus corona. Anjuran 3M (menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan) harus selalu diperhatikan. Bagaimanapun jika pasien membludak, tentu tim medis dan paramedis akan kewalahan menanganinya.

Pilkada berpotensi akan meningkatkan jumlah pasien Covid-19 jika tidak dikelola secara maksimal. Meskipun KPUD dan Bawaslu sudah membuat regulasi meminimalisir penyebaran Covid-19, namun potensi kerumunan di setiap TPS, di tingkat PPS, dan PPK sangat tinggi.

Pengalaman pribadi penulis, ketika berada di rumah dinas walikota pun bukan tanpa masalah. Data hasil swab hari kedua penulis tidak ada (katanya “ketlingsut”, belum keluar dari DKK). Akibatnya sempat juga tidak di swab pada hari itu karena tidak jelas hasilnya. Ada juga teman yang mengalami hal serupa. Memang persoalan data menjadi salah satu titik krusial penanganan Covid-19.

Baca Juga: Begini Keterangan Menkes Mengenai Pihak yang Jadi Prioritas Vaksinasi COVID-19 Tahap Pertama

Penulis pun memahami dengan mobilitas yang tinggi dari pasien (setiap hari ada yang masuk; ada yang keluar) membuat tim kewalahan. Sebagai contoh kecil, data penerima makan itu pun terkadang tidak update. Meskipun, secara faktual fasilitas makan enak, bergizi dan bervariatif dengan jadwal yang on time.

Kapasitas rumah dinas juga bukan tanpa batas. Sekitar 150 an pasien tinggal di rumah dinas tersebut dengan beragam karakter. Jika tidak dikelola secara baik, berpotensi menimbulkan masalah sosial baru. Fasilitas di rumah dinas terlihat selalu ditingkatkan, sebagai contoh ada penambahan LCD untuk senam, pengumuman yang tersentral dan seterusnya.

Tetapi jika, pasien “membludak” pastilah beragam masalah akan muncul. Kualitas pelayanan akan turun. Tentu kita tidak berharap rumah sakit dan rumah isolasi tidak mampu lagi menampung pasien.

Baca Juga: Pertanyakan Penghargaan yang diperoleh Mensos, Yunarto Wijaya Minta Hidayat Nur Wahid Baca Lagi!

Pilwalkot Semarang, Rabu 9 Desember 2020 dan Pilkada di tempat lain berpotensi meningkatkan jumlah pasien Covid-19. Para penyelenggara pilkada dan tim kampanye harus menyadari betul potensi ini.

Selain itu, sikap masyarakat untuk patuh terhadap terhadap anjuran 3M (menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker) menjadi kunci untuk menekan laju penyebaran covid-19. Kita semua harus berusaha menjadi “pejuang negatif” jangan sampai terpapar positif. Wallahu’alam.

- Dr. Aji Sofanudin, Peneliti Senior pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI; Mantan Pasien Covid-19 di Rumah Dinas Walikota Semarang kamar 56.***

Editor: Intan Hidayat

Tags

Terkini

Terpopuler