Polemik Mahalnya Pupuk Non Subsidi, Guru Besar Unnes Sebut Bukanlah Tanggung Jawab Pemerintah

- 14 Juli 2021, 08:35 WIB
Ilustasi Pupuk dan petani
Ilustasi Pupuk dan petani /tangkapan layar Instagram @kementerianpertanian

 

SINARJATENG.COM - Guru Besar (Gubes) Ekonomi Pertanian Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sucihatiningsih Dian Wisika Prajanti mengatakan terkait polemik mahalnya pupuk non subsidi yang saat ini tengah dikeluhkan para petani.

Menurut Guru Besar Unnes itu, bahwa pupuk non subsidi bukanlah tanggung jawab dari pemerintah.

"Pupuk subsidi sebenarnya adalah program pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan membantu petani dalam meningkatkan produktivitasnya," katanya di Semarang pada Rabu 14 Juli 2021.

Baca Juga: Gelar Seminar Internasional 'Beyond Global Pandemic', Dekan FIP Siap Wujudkan Unnes Gemilang Indonesia Maju

Sedangkan pupuk non subsidi adalah untuk perusahaan dan pelaku usaha," kata Sucihatiningsih kepada awak media, pada Senin 12 Juli 2021.

Selain itu, kata Sucihatiningsih, untuk wewenang dan pengguna pun sudah jelas antara pupuk subsidi dan non subsidi. Dalam alokasi dan distribusi pupuk subsidi menjadi tanggung jawab pemerintah, dimana distribusi pupuk tersebut harus sesuai dengan kebutuhan dan tepat sasaran.

"Namun untuk distribusi dan alokasi pupuk non subsidi yang bukan merupakan program dari pemerintah, tentu hal ini sudah termasuk diluar kewenangan pemerintah," jelasnya.

Baca Juga: Dekan FH UNNES Skors Mahasiswa yang Laporkan Rektor ke KPK

Tak hanya itu, Lanjut Sucihatiningsih, untuk kualitas antara pupuk subsidi dan non subsidi merupakan produk yang sama dan mempunyai kualitas yang sama. Pupuk bersubsidi diatur oleh Menperindag harus memenuhi 6 prinsip, yaitu jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu.

"Jadi diaturan tersebut jelas bahwa syarat pupuk bersubsidi salah satunya harus memiliki mutu atau kualitas yang terjamin. Yang membedakan adalah pada harga dimana pupuk bersubsidi memiliki harga yang lebih murah karena disubsidi oleh pemerintah. Harga murah pada pupuk bersubsidi bukan berarti memiliki kualitas yang lebih rendah, namun jika memang ditemukan kualitas yang kurang bagus mungkin disebabkan oleh adanya oknum yang mengoplos atau memalsukan pupuk bersubsidi," tutupnya.

Untuk diketahui, fenomena mahalnya pupuk bersubsidi maupun kelangkaan pupuk bersubsidi tidak lain disebabkan oleh penurunan anggaran untuk subsidi pupuk.

Baca Juga: Berhasil Bongkar Penyelewengan 1,7 Ton Pupuk Subsidi, Polres Pati Dapat Apresiasi Menteri Pertanian

Pada tahun 2021 volume pupuk bersubsidi dialokasikan sebanyak 7,2 juta ton dengan total anggaran sebesar Rp 25,2 triliun. Alokasi tersebut berkurang Rp 4,6 triliun dari anggaran di 2020.

Kebijakan tersebut tentu menuai pro kontra di kalangan masyarakat terutama petani. Padahal kebutuhan pupuk tahun 2021 diperkirakan sekitar 9,1 juta ton dengan anggaran Rp 32,5 triliun.

Dengan kondisi tersebut, jelas menimbulkan kekurangan anggaran sebesar Rp 7,3 triliun untuk tahun 2021. Untuk mengurangi defisit anggaran tersebut, Kementan mengeluarkan kebijakan menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar Rp 300 hingga Rp 450 per kilogram.***

Editor: Intan Hidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x