SINARJATENG.COM - Gelak tawa riuh warga Desa Sowanan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang sore itu terdengar di sekitar panggung pagelaran wayang kulit di sudut desa. Adegan goro-goro punakawan yang ditunggu-tunggu muncul melalui celotehan lucu Sang Dalang yang ringan tapi menyentil kehidupan keseharian.
Lakon “Mbangun Candi Saptoargo” menjadi pagelaran pembuka pada momentum saparan tahun ini dimana sebelumnya sempat terhenti selama dua tahun karena pandemi.
“Alhamdulillah tahun ini seluruh warga desa kompak, guyub rukun sepakat tetap semangat mengadakan Saparan nanggap wayang sebagai wujud syukur,” tutur Jumarno (65), sesepuh desa.
Jumarno menambahkan, tradisi saparan tidak bisa ditinggalkan begitu saja karena sudah menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah kaum petani di lereng Gunung Merbabu.
Baca Juga: Gubernur Ganjar Beri Bantuan Petani, Nelayan, Angkot dan Ojol Akibat Kenaikan Harga BBM
“Ya ini seperti merti dusun, syukuran desa karena selalu dalam limpahan kasih sayang Yang Maha Kuasa. Selanjutnya melalui saparan ini warga juga memanjatkan doa agar sepanjang tahun selalu dalam naungan perlindungan Tuhan, jadi saparan ini tidak hanya milik orang Islam saja tapi sudah menjadi peristiwa tradisi budaya desa untuk semua agama dan kalangan,” sambung Jumarno.
Ucapan Jumarno tak berlebihan, karena tradisi saparan yang berlangsung turun temurun senyatanya memang tidak pernah “terpisah” oleh perbedaan keyakinan dan agama yang ada di masyarakat.